Manjaneeq/Catapult
Nabi Muhammad (SAW) adalah orang pertama dalam Islam yang
menggunakan Manjaneeq dalam pengepungan Taaif pada tahun 8H. Beliau juga
mengirim beberapa sahabatnya seperti Urwah bin Masood dan Salamah bin Ghaidan
ke tempat lain untuk mempelajari Manjaneeq.
Adalah Salman Al-Farisi orang pertama yang memproduksi senjata ini atas
perintah Nabi Saw. Salman diberi tanggung jawab oleh nabi Muhammad untuk
mengelola industri militer dan memproduksi manjaneeq untuk memperkokoh kekuatan
pasukan artileri yang dipersiapkan untuk terjun ke medan tempur.
Pada tahun 16H, Sa'ad bin Abi Waqqaas menggunakan 20
Manjaneeq dalam pengepungan Bahura Sher. Muhammad bin Qaasim dilaporkan juga
telah menggunakan manjaneeq besar bernama Al-Uroos ("mempelai") yang
ditarik oleh 500 orang, dalam pertempuran melawan Raja Daahir di Daibul pada
712 Masehi. Salah satu karya muslim yang menjelaskan tentang Manjaneeq terdapat
pada naskah arab oleh Yusuf bin al-Zaradkash Urunbugha Yaitu Kitabul aniq fi
al-manjaneeq.
Manjaneeq merupakan mesin balok pengayun yang dioperasikan
oleh orang-orang yang menarik tali pada satu sisi balok sehingga ujung yang
lain akan berayun sangat kuat dan menembakkan misil dari tali yang menempel
pada ujungnya.
Manjaneeq sebenarnya telah dikenal sebelum masa penaklukan
Islam. Bangsa Avar pernah menggunakannya pada penyerbuan Thessalonica di tahun
597 M. Bahkan mesin pelontar ini dipercayai dicipta pertama kali oleh China
antara abad ke-5 dan ke-3 SM, dan sampai ke Eropa sekitar 500 M. Lalu pada masa
pemerintahan Islam, Salman mengusulkannya kepada Nabi Saw sebagai senjata
perang, seperti yang diriwayatkan dalam Sirah al-Halabiyah.
“Hingga pada hari pecahnya dinding benteng Thaif,” demikian
Ibnu Hisyam meriwayatkan dalam kitab Sirah-nya, “Sekelompok sahabat Rasulullah
Saw masuk ke dalam bawah dababah (secara harfiah, dababah=tangki), lalu mereka berusaha
masuk ke dalam dinding benteng Thaif agar mereka bisa membakar pintu benteng.
Bani Tsaqif lalu melemparkan potongan-potongan besi yag telah dipanaskan dengan
api sehingga membakar dababah yang ada dibawahnya, kemudian Bani Tsaqif
melempari mereka dengan anak panah sehingga beberapa orang gugur.”
Perkembangan meriam di era Utsmani - Mehmed II Cannon
Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad al-Fatih (mehmed II
1432-1481M), Kerajaan Utsmani sudah mulai mengembangkan meriam. Teknologi
meriam yang dikembangkan pada era kejayaan Utsmani tersebut terbilang paling
mutakhir. Pengembangan artileri meriam yang konferehensif Ini terkait karena
niat sultan Memed II yang ingin menaklukkan konstantinopel disamping untuk
menjaga kedaulatan kesultanan itu sendiri.
Sang Penakluk – begitu Sultan Muhammad II dijuluki – sengaja
memesan meriam berukuran raksasa yang belum ada sebelumnya. “Aku dapat membuat
meriam tembaga dengan kapasitas seperti yang Anda inginkan,” kata Orban
-seorang ahli insinyur yang diundang Al-Fatih ke Adrianopel (ibukota Ottoman),
“Aku telah mengamati secara detail tembok di Konstantinopel. Aku tidak hanya
akan memorakporandakan tembok itu dengan senjataku. Bahkan, tembok Babilonia
pun akan hancur karenanya”. Meriam tersebut dapat dilepas menjadi 2 bagian,
sehingga memudahkan mobilisasinya.
Bagian yang dapat dilepas
Diciptakan pada 1464 M dan merupakan meriam terhebat di
dunia kala itu. Meriam raksasa yang dikenal dengan Meriam Mehmed II itu
berbobot mencapai 18 ton. Panjangnya sekitar 5,23 meter dan diameternya
mencapai 0,635 meter. Panjang laranya mencapai 3,15 meter dan tempat mesiunya
berdiameter 0,248 meter. Meriam ini sanggup melontarkan bola besi padat
berdiameter 70 cm dengan berat 680 kg sejauh 1,6 km.
Meriam Mehmed II (The Mohammed’s Greats Gun)
Pasukan artileri (bagian meriam) yang dimiliki Sultan
Muhammad juga diperkuat oleh sederet desainer dan insinyur yang mumpuni di
bidang teknologi persenjataan. Beberapa ahli meriam yang termasyhur yang
bergabung dalam tim artileri itu antara lain, Saruca Usta dan Muslihiddin Usta.
Tak sedikit pula non-Muslim bergabung dalam kelompok artileri. Mereka adalah
orang-orang miskin yang tak puas dengan kebijakan Bizantium. Saat menaklukkan
Konstantinopel, — ibu kota Bizantium — pasukan tentara Utsmani mengepung dan
menjebol benteng pertahanan musuh dengan meriam tersebut.
Senjata meriam raksasa yang diciptakan pada masa kejayaan
Daulah Utsmani itu memiliki daya jangkau dan daya ledak yang terbilang luar
biasa. Dalam Pertempuran Dardanelles, meriam itu mampu menenggelamkan enam
kapal Sir John Ducksworth. Jangkauan Meriam Mehmet II mampu melintasi selat
sejauh satu mil.
Meriam Mehmed II (The Mohammed’s Greats Gun)
Meriam raksasa itu kini berada di Fort Nelson Museum.
Kabarnya meriam itu dihadiahkan Sultan Abdul Aziz kepada Ratu Victoria sebagai
hadiah. Pada saat berkuasa Sultan Abdul Aziz sempat diundang oleh Ratu
Victoria. Setahun kemudian, meriam bersejarah itu pun dihibahkan kepada sang
ratu.
No comments:
Post a Comment